Selasa, 25 Oktober 2011

Tanpa kekurangan jika masih terus bermotivasi

PELANGI DI LANGIT KEHIDUPAN


Mari kita belajar dari filosofi pelangi: indah dipandang karena adanya perpaduan warna yang sangat harmonis, dan selalu muncul tatkala matahari bersinar saat hujan turun. Pelangi tampak begitu menawan karena tidak hanya terdiri dari satu warna, namun dari bermacam-macam warna. Jika kita diminta untuk memilih warna apa yang paling kita suka dari pelangi, mungkin jawabannya relatif: ada yang lebih suka warna merah, kuning, hijau, atau jingga. Namun, meskipun warna favorit kita berbeda-beda, kita tak dapat memungkiri sebuah fakta: bahwa pelangi tampak indah karena adanya kolaborasi dari semua warna itu, sehingga menghasilkan sebuah lukisan alam yang sangat indah! Jadi konteksnya bukanlah warna apa yang paling indah, tapi bagaimana warna-warna itu dapat berpadu dengan sangat cantik.


Sebagai manusia, kita tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Itu sangat manusiawi. Setiap orang –bagaimanapun hebatnya dia- pasti tetap memiliki sisi kekurangan. Terkadang, kekurangan itu menjadikan diri kita tampil tidak percaya diri saat berkumpul dengan orang-orang yang kita anggap hebat. Mengapa? Karena kita merasa kelebihan yang mereka miliki tidak ada pada diri kita, sehingga kita merasa minder.

Tapi marilah kita merenung sejenak. Ya, barangkali kelebihan mereka itu memang tak ada –atau lebih tepatnya belum ada- pada diri kita saat ini. Namun bukankah kita juga memiliki kelebihan yang tidak mereka miliki? Kita tentu akan tampak begitu dungu jika membandingkan kelebihan mereka dengan kekurangan kita. Maka, bandingkanlah kelebihan dengan kelebihan, bukan kelebihan dengan kekurangan! Dengan demikian kita akan menjadi sama-sama hebat.


Jika anda merasa unggul dalam bidang sejarah, namun lemah pada matematika, maka jangan bandingkan kelemahan anda itu dengan orang-orang yang pandai dalam ilmu matematika! Karena mereka yang pandai berhitung, belum tentu memahami sejarah. Jadi, konteksnya bukanlah siapa yang paling cerdas, bukan siapa yang paling hebat, bukan siapa yang paling pintar, namun bagaimana semua orang dengan keunggulannya masing-masing dapat saling bersinergi dan saling melengkapi. Itulah mengapa manusia disebut sebagai makhluk sosial. Karena dalam interaksi sosial itu, manusia pasti saling membutuhkan. Saling membutuhkan berarti saling memberikan apa yang kita miliki. Bayangkan jika apa yang manusia miliki adalah hal yang sama, maka tidak ada sesuatu yang bisa diberikan!


Jadilah seperti pelangi: indah karena berpadu dengan harmonis. Kehidupan akan menjadi indah jika masyarakatnya saling memadukan keunggulan masing-masing, dan saling melengkapi kekurangan masing-masing. Bukankah pelangi itu sempurna ketika ada merah, jingga, biru, kuning,hijau, nila, dan ungu? Maka kehidupan inipun sempurna jika ada ahli pemerintahan, Matematikawan, Biolog, kimiawan, Sejarawan, Psikolog, Budayawan, dan lain sebagainya yang semuanya berkolaborasi dengan harmonis untuk membangun sebuah peradaban yang cemerlang. (sumber: http://fahrihidayat.blogspot.com)


FILOSOFO KESEMPURNAAN


Jika kita membaca novel perjuangan yang mengisahkan tentang seorang pahlawan, atau buku biografi para tokoh-tokoh besar, maka kita akan mendapati sebuah kesan bahwa seakan-akan mereka adalah manusia “luar biasa” yang sangat sempurna. Bayangan kesempurnaan itu begitu kuat pada diri mereka, sehingga secara tak sadar kita sering kali berfikir bahwa diri kita sangat jauh dari mereka, bahkan mungkin kita sampai berfikir bahwa kita tak mungkin dapat meraih kegemilangan sebagaimana yang mereka raih.


Namun pernahkah anda berfikir, bahwa manusia-manusia “luar biasa” itu sebenarnya adalah manusia biasa seperti kita? Selama ini tanpa disadari, kita sering terjebak pada pemahaman yang berlebihan tentang arti kesempurnaan. Kita barangkali mengganggap bahwa “manusia yang sempurna” adalah manusia yang luput dari sisi-sisi kesalahan, yang selalu sukses dan berhasil meraih cita-citanya, yang selalu menjadi sanjungan, yang selalu menjadi idola, dan pandangan-pandangan lain yang semisalnya.


Bukankah kita akan lebih bisa menghargai sebuah kesehatan pada saat kita sedang sakit? Artinya, jika seumur hidup kita tidak pernah merasakan sakit, kita tak akan dapat membayangkan bagaimana nikmatnya sebuah kesehatan itu. Lalu jika ada manusia yang tak pernah jatuh sakit dan selalu sehat dalam seumur hidupnya, apakah kita dapat menyebutnya sebagai manusia yang sempurna? Bukankah kita akan lebih dapat mengerti indahnya keberhasilan pada saat kita terjatuh pada lembah kegagalan? Andai kita tak pernah merasakan kegagalan, kita juga tak akan dapat menikmati indahnya sebuah keberhasilan. Lalu apakah jika ada manusia di dunia ini yang selalu berhasil didalam setiap pekerjaannya dan tak pernah jatuh gagal sama sekali, apakah kita dapat menyebutnya sebagai manusia yang sempurna?


Filosofi kesempurnaan sebenarnya jauh lebih sederhana dibandingkan dengan bayang-bayang abstrak yang ada pada diri kita selama ini. Manusia yang sempurna adalah manusia biasa yang terkadang bersedih dan terkadang bahagia, yang memiliki sisi-sisi kekurangan kemudian berupaya untuk belajar menyempurnakan, yang terkadang jatuh gagal kemudian bangkit kembali untuk mengupayakan keberhasilan, yang terkadang menangis karena merasa kehilangan, yang terkadang menginginkan sesuatu lalu menemui jalan buntu, yang terkadang terbawa situasi haru. Manusia yang sempurna bukanlah manusia yang luput dari sisi-sisi kekurangan, bahkan justru yang luput dari kekurangan tidak bisa disebut sebagai manusia. Karena fitrah manusia, sebagaimana tertulis didalam Al-quran, adalah tempat salah dan lupa.

Maka, kita semua adalah manusia yang sempurna! Itulah mengapa didalam Al-Qur`an Alloh mensifati manusia sebagai “fi ahsani taqwim” atau dalam bentuk yang sebaik-baiknya (sempurna). Jika saat ini anda sedang bersedih karena sebuah problema, atau sedang gundah karena impian yang masih tertunda, maka bersyukurlah! karena itu adalah bagian dari kesempurnaan diri anda! (sumber: http://fahrihidayat.blogspot.com)


BERSAHABAT DENGAN MASALAH


Ada dua orang pelaut yang hidup di dua daerah yang berlainan. Sebut saja pelaut A dan pelaut B. Pelaut A hidup di sebuah pantai yang tenang. Setiap hari ia menikmati hembusan angin laut yang menenangkan hatinya. Ketika melaut, ia tidak pernah mengalami kesulitan yang berarti. Karena air laut tempat ia biasa berlayar dengan perahunya itu sangat tenang, tak ada ombak yang besar dan tak ada angin yang menakutkan.


Disisi lain, pelaut B menjalani nasib yang berbeda dengan pelaut A. Setiap hari, pelaut B berlayar di tengah badai. Ombak yang menakutkan dan angin ribut yang mencekam menjadi teman akrabnya dalam mengais riskinya sebagai seorang pelaut. Setiap hari ia harus berjuang menghadapi semua rintangan itu. Jika tidak, ia tak akan mendapatkan riski untuk menafkahi keluarganya pada hari itu.


Jika kita ditanya, siapakah dari kedua pelaut itu yang lebih tangguh? Tentu kita akan sepakat menjawab: pelaut B jauh lebih tangguh. Mengapa? Karena ia selalu berhadapan dengan badai yang menghantam dan ombak yang bergelombang hebat. Rintangan-rintangan itu tak mungkin dapat dilalui, kecuali oleh seorang pelaut yang tangguh. Sedangkan pelaut A, yang terbiasa berlaut di air yang tenang, belum tentu bisa berlayar di laut yang bergelombang.Ombak yang bergelombang, badai, dan angin ribut adalah kesulitan. Dan kesulitan biasanya dianggap sebagai sebuah masalah. Ternyata, masalah mendidik jiwa kita untuk menjadi lebih tangguh. Kesulitan bagaikan sebuah seleksi alam: yang tidak berani menghadapi, pasti tertinggal. Dengan kata lain, ternyata kita membutuhkan masalah untuk menjadi lebih baik.


Jika anda mengidolakan seorang tokoh besar yang sukses, maka jangan anda lihat pada hasil akhir takdir orang itu sebagai orang sukses. Namun lihatlah pada bagaimana prosesnya, sehingga ia menjadi sukses. Karena kesulitan yang kita hadapi, akan selalu berjalan beriringan dengan besarnya kesuksesan yang kita terima. Menjadi orang besar memang banyak nikmatnya: sering disanjung, banyak riskinya, banyak orang yang mendoakannya, memiliki pengaruh yang kuat pada masyarakatnya, dan luas relasinya. Namun orang besar juga menjadi orang yang paling sering menghadapi masalah: sering dijatuhkan oleh lawan politiknya, sering difitnah dan dicaci maki, serta sering mendapat tekanan baik psikhis maupun tekanan fisik. Maka, jika anda ingin menjadi seorang pribadi yang tangguh, bersahabatlah selalu masalah! Jangan terlalu lama menikmati air laut yang tenang, karena sesuatu yang tenang itu sesungguhnya akan membuat anda terlena. (sumber: http://fahrihidayat.blogspot.com)


MEMAKNAI KESUKSESAN


SUKSES adalah impian setiap orang. Namun ternyata tidak semua orang memahami arti kesuksesan, bahkan masih banyak yang belum memiliki tujuan dimana mereka dikatakan sukses jika meraihnya. Sehingga kata “sukses” hanyalah menjadi sebuah utopia yang tak dapat dicapai, karena ia memang belum ada –atau- belum kita buat menjadi ada.


Sukses adalah ketika anda hendak menuju Kota Surakarta dari Jogja dengan menggunakan sepeda motor, dimana pada menit ke 20 anda sudah sampai di Kota Klaten, pada menit ke 45 anda sudah melewati Kecamatan Delanggu, dan mencapai Kota Surakarta pada menit ke 60. Targetnya jelas, yaitu Kota Surakarta. Jika anda hanya berhenti di Klaten dan tidak melanjutkan perjalanan, maka anda gagal. Namun jika dari awal anda berjalan tanpa ada tujuan, maka anda tak akan pernah sukses, karena targetnya memang tak ada. Jadi, milikilah goal setting dan target yang jelas dalam perjalanan hidup anda!


Sebagai manusia, sebenarnya kita tidak memiliki kuajiban untuk sukses. Yang wajib kita lakukan adalah mencoba. Karena di dalam mencoba itulah, ada kemungkinan untuk berhasil. Semakin banyak kita mencoba, maka semakin banyak kesempatan sukses yang kita dapat. Jika anda tak mau mencoba, barangkali anda memang tak akan pernah gagal, namun anda juga tidak akan pernah meraih kesuksesan. Karena satu-satunya jalan untuk membuka kemungkinan berhasil adalah dengan mencoba.


Rizki manusia memang sudah ada di tangan Alloh. Namun jika anda tak mau mengambilnya, maka rizki tersebut akan berada di tangan Alloh untuk selamanya. Dan satu-satunya jalan untuk mengambil rizki itu dari tangan Alloh adalah dengan cara membuat sebab dimana anda menjadi pantas untuk menerimanya.


Bayangkan: Jika anda meminta air sebanyak satu bak besar, namun anda hanya memiliki satu gelas kecil. Lalu apakah anda dapat menerima air satu bak besar jika anda benar-benar diberi? Bukankah seharusnya anda juga memiliki bak yang minimal sama besarnya dengan kapasitas air yang anda minta? Bagi Alloh, mengabulkan permintaan anda adalah hal yang sangat mudah. Namun pertanyaannya, apakah anda pantas untuk menerimanya? Jika anda ingin agar permintaan anda dikabulkan oleh Alloh, maka tugas anda adalah memantaskan diri untuk dapat menerima permintaan anda kepada Alloh. Jangan meminta air satu bak besar, jika anda hanya punya satu gelas kecil! (sumber: http://fahrihidayat.blogspot.com)


 

1 komentar: